Bandung, siap.news
Saat acara Ibadah Puji dan Doa dengan tema: “Kuasa dalam Doa dan Pujian” oleh Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia Wilayah (PGIW) Jawa Barat yang bertempat di Gereja Kristen Perjanjian Baru (GKPB) Fajar Pengharapan, Jl. Pasir Koja 58, Bandung, Senin (16/05/22) Junico Bisuk Partahi Siahaan atau yang biasa disapa Nico Siahaan tampak hadir dan menyampaikan kata sambutan sebagai anggota DPR RI dari daerah pemilihan Jawa Barat.
Saat diwawancarai oleh jurnalis bagaimana kondisi tolerasi di Jawa Barat, bagi Nico bahwa isu intoleransi tidak perlu terus diperbesar. “Kalau saya sering tergiang-ngiang pesannya Gus Dur, yaitu berbuat baik terus. Berbuat saja terus, sehingga orang tidak bertanya lagi siapa kita. Itu yang terus kita dilakukan, bukan isu mengangkat intolerasi secara terus menerus”, paparnya sembar melempar senyum ramahnya kepada jurnalis.
Nico menyarankan supaya isu intolerasi ini diganti dengan gaya komunikasi dengan terus berbuat baik. “Gaya komunikasinya kita ganti dengan cara berbuat baik. Tidak terus menerus mengangkat isu intolerasi lagi”, jelasnya.
Lebih lanjut disampaikan “melalui perbuatan baik kita akan menjadi bagian dari penilaian orang lain. Berbuat baik secara terus menerus akan ada hasilnya”.
“Tidak perlu selalu membenturkan antara aturan hitam dan putih atau benar dan salah, tetapi bagaimana mengkomunikasikan segala sesuatunya dengan perbuatan baik”, jelasnya sambi tertawa.
“Ada filsafat di Jawa Barat, ikanya dapat, airnya tetap tenang. Bagaimana melaksanakan hal tersebut. Mendapat ikan, tetapi airnya tidak keruh” terang Nico.
“oleh karena itu, perlu diperkuat dengan memperbanyak aksi. Dengan terus berbuat baik, nantinya orang-orang yang keras bisa lentur sendiri”, tambah Nico.
Nico juga menyoroti banyaknya kesalah pahaman terjadi karena miskomunikasi. “Banyak masalah terjadi di dunia ini, karena terjadi miskomunikasi, sehingga perlu membenahi komunikasi kita supaya bisa dipahami dan semakin baik, yaitu lebih mengutamakan perbuatan baik. Jika komunikasi kita diperbaiki dan semakin baik, maka kondisinya akan semakin teduh dan relasi juga akan semakin baik”, jelas Nico sembari bergurau.
Saat memasuki tempat yang baru juga perlu beradatasi. “Perlu ada penyesuaian saat memasuki tempat yang baru, misalnya mamahami kondisi lingkungan. Perlu beradaptasi dan bersosialisai dengan baik terlebih dahulu pada saat memasuki lingkungan baru. Dengan begitu akan lebih mudah untuk kita berbicara tentang agama. Jikalau bersosialisai bisa berjalan dengan baik, maka relasi akan semakin baik”.
Apakah masalah intoleran terkait dengan kesejahteraan, Nico menjelaskan.
“Kesejahteraan memang perlu, namun utamanya adalah kita saling mensejahterakan. Tangan di atas memang lebih bagus, namun itu bukan satu-satunya jalan, saling menghargai dan saling memahami dan lebih banyak mendengar akan jauh lebih baik”, kata Nico.
Terkait adanya halangan pembangunan Gereja di Jawa Barat, menurut Nico, “kita perlu mencari solusi dan strategi lain. Paling utama, perlu juga memperhatikan gaya komunikasi kita, yaitu komunikasi melalui perbuatan baik akan jauh lebih baik. Perlu ada strategi baru untuk bisa berelesai dengan masyarakat setempat”.
“Terjadinya penolakan biasanya karena ada pengerasan hati dari pihak-pihak tertentu. Mungkin perlu dicari strategi baru untuk bisa melakukan pendekatan yang lebih baik, agar keberadaan gereja bisa diterima di lingkungan”, tutup Nico. (Mar)