Oleh :Ahmad Matdoan
Di media masa cetak maupun online kita ikuti berbagai macam analisa dari pengamat, praktisi, elit partai dan peniliti soal elektabilitas dan konfigurasi pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, dari sekian analisa yang berseliwerang itu, saya tertarik dengan beberapa di antaranya.
Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) membuat survei elektabilitas 3 pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden di Pemilu 2024, survei ini dilaksanakan dari tanggal 13 – 20 Maret 2022 dengan responden sebanyak 1.027 orang, margin of error sebesar 3,12%, serta tingkat kepercayaan sebesar 95%. Hasil survei dimuat pada media online kompas.com, edisi tanggal 7 April 2022, hasilnya menempatkan ANIS – AHY memperoleh 29,8% suara, GANJAR – AIRLANGGA memperoleh 28,5% suara dan PRABOWO – PUAN memperoleh 27,5% suara, sementara belum menentukan pilihan sebanyak 14,3% suara.
Survei lebih lengkap lagi yang dilakukan oleh Lembaga survei Indopol, dengan simulasi 4 (empat) pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden di Pilpres 2024, dilakukan dalam 3 (tiga) tahap simulasi, survei dilaksanakan dari tanggal 24 Juni – 1 Juli 2022 dengan total responden 1.230 orang, survei ini dilakukan dengan metode multistage random sampling, margin of error 2,8% serta tingkat kepercayaan sebesar 95%. Hasil survei ini dirilis di media online Detiknews, tanggal 15 Juli 2022.
Simulasi pertama, dan hasilnya, ANIS – AHY memperoleh 34,72% suara, PRABOWO – CAK IMIN memperoleh 20,08% suara, PUAN ERICK – TOHIR memperoleh 4,88% suara dan AIRLANGGA – KHOFIFAH memeroleh 3,82 %, tidak tahu sebanyak 36,50% suara.
Sementara Simulasi kedua, hasilnya, ANIS – AHY memperoleh 30,8% suara, GANJAR – AIRLANGGA memperoleh 22,03% suara, PRABOWO – CAK IMIN memperoleh 17,40% suara dan PUAN – ERICK TOHIR memeroleh 2,93% suara, tidak tahu sebanyak 27,56% suara.
Simulasi ketiga, hasilnya, ANIS – AHY memperoleh 30,00% suara, GANJAR – KHOFIFAH memperoleh 24,55% suara, PRABOWO – CAK IMIN memperoleh 16,50% suara dan PUAN – ERICK TOHIR memeroleh 2,52%, tidak tahu sebanyak 26,42% suara.
Simulasi survei Pilpres 2024 antara 3 (tigas) atau 4 (empat) pasangan calon inilah yang mendekati realitas atau setidak-tidaknya berpotensi mendekati.
Ahmad juga sepakat pilpres 2024 akan di ikuti lebih dari 2 (dua) pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, setidaknya kecendrungan ini didasarkan pada alasan?.
Pertama, komposisi kekuatan fraksi DPR RI saat ini, dalam konstitusi, Pasal 6A ayat 2 UUD menyebutkan ; “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”, kemudian Pasal 221 dalam UU yang sama, yaitu ; “Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik”
Pemilu terakhir yang dilaksanakan pada Tahun 2019, dan hasilnya menetapakan PDI-Perjuangan memperoleh 128 kursi atau 22,26%, Golkar 85 kursi atau 14,78%, Gerindra 78 kursi atau 13,57%, Nasdem 59 kursi atau 10,26%, PKB 58 kursi atau 10,09%, Demokrat 54 kursi atau 9,39%, PKS 50 kursi atau 8,70%, PAN 44 kursi atau 7,65%, dan terakhir PPP memperoleh 19 kursi 3,30%.
Selanjutnya masih dalam UU yang sama, Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 mensyaratkan ambang batas minimal pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden atau Presidential Threshold, yaitu ; “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% suara (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya”, sesuai dengan beleid ini, hanya PDI-Perjuangan satu-satunya Parpol yang dapat mencalonkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sendiri, selebihnya diharuskan melakukan koalisi.
Sementara perkembangan realitas konfigurasi politik hari ini masih sangat relatif cair, masuk – keluar dan bongkar – pasang parpol membentuk koalisi juga masih sangat dimungkinkan, meskipun demikian secara empirik konfigurasi koalisi parpol sudah menuju kearah itu, dalam catatan dan yakin publik juga mengikuti melalui pemberitaan media elektronik dan online, setidaknya sudah ada gerbong koalisi antara lain ; Pertama, gerbong PDI-Perjuangan dengan jumlah 128 kursi (baik koalisi maupun tidak koalisi) PDI-Perjuangan sudah dipastikan dapat mengusung sendiri pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Kedua, gerbong koalisi Golkar, PPP dan PAN dengan jumlah 148 kursi. Ketiga, gerbong koalisi Gerindara dan PKB dengan jumlah 136 kursi dan terakhir yang Keempat, gerbong koalisi Demokrat, Nasdem dan PKS dengan jumlah 163 kursi.
Jika konfigurasi gerbong koalisi seperti digambarkan di atas benar – benar terjadi atau setidak – tidaknya terdapat 3 (tiga) gerbong koalisi saja, maka saya berkeyakinan tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang dapat memenangi pemilihan dalam 1 (satu) putaran atau pilpres akan dilakukan dalam 2 (dua) tahap, mengapa demikian? Jawabannya adalah :
Pertama, dalam konstitusi, Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 mensyaratkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden, kemudian dalam Pasal 416 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017 menjelaskan lebih rinci lagi, yaitu ; “Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari ½ (setengah) jumlah provinsi di Indonesia” selanjutnya ayat ke-2 dalam pasal yang sama menyebutkan ; “Dalam hal tidak ada Pasangan Calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 2 (dua) Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden” .
Berdasarkan berbagai hasil survei elektabilitas 3 (tiga) dan/atau 4 (empat) pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tingkat keterpilihan tidak mencapai angka 50%, semuanya di bawah itu.
Kedua, selama pelaksanaan pilpres dilaksanakan dengan pasangan calon lebih dari 2 (dua) pasangan belum ada pasangan calon yang memenangi pemilihan pada putaran pertama pilpres dilaksanakan.
Pertanyaan kemudian adalah yang dapat memenangi pilpres kedepan paslon siapa atau dari gerbong koalisi yang mana? Untuk menjawab pertanya tersebut baiknya beberapa hal yang menjadi catatan kita dibawah ini.
Gerbong Koalisi PDI-Perjuangan
Sebenarnya peta politik Nasional hari ini, “bolanya” ada “ditangan” PDI-Perjuangan, lembaga politik dalam hal ini DPR RI mayoritas fraksi dikuasai oleh PDI-Perjuangan dengan jumlah 128 kursi, begitu pula lembaga eksekutif dalam hal ini Presiden adalah kader PDI-Perjuangan, jika kedua kekuatan ini tidak “bermain” dengan singkron dan “permainananya tidak cantik”, maka dipastikan sulit memenangi pertarungan pilpres 2024, dan menurut hemat saya kemungkinan itu ada.
Untuk itu, disarankan sebaiknya PDI-Perjuangan atau gerbong koalisi yang akan dipimpin PDI-Perjuangan hati – hati dalam mengusung pasangan calon, catatan hasil pilpres Tahun 2004 gerbong koalisi PDI-Perjuangan pernah mencalonkan pasangan calon dari unsur Nasionalis – Religius, Ibu Megawati – K.H. Hasyim Muzadi dan hasilnya kalah dari pasangan calon SBY – JK, kemudian PDI-Perjuangan kembali mencalonkan Ibu Megawati – Prabowo Subianto dari unsur Nasionalis – Militer, hasilnya juga kalah jauh dari pasangan calon SBY – Budiono, baru kemudian berturut – turut PDI-Perjuangan berhasil dalam mengusung Jokowi – JK pada Tahun 2014 dan Jokowi – Ma’ruf Amin pada Tahun 2019.
Berkaca dari data empiris hasil pilpres sebelumnya, sebaiknya PDI-Perjuangan dalam mengusung pasangan calon jangan bertarung tunggal (single fighter) atau bermain solo, artinya sebaiknya PDI-Perjuangan membentuk gerbong koalisi dengan parpol lain, jangan karena alasan PDI-Perjuangan satu-satunya parpol yang memenuhi abang batas presidential trashold lalu merasa jumawa, kemudian tidak mau membentuk koalisi dengan parpol lain, jika hal ini yang terjadi saya pesimif pilpres kali ini akan dimenangkan oleh PDI-Perjuangan.
Selain itu apabila PDI-Perjuangan bertarung tunggal (single fighter) mengusung paslon sendiri, saya kuatir PDI-Perjuangan akan dijadikan musuh bersama (common enemy) pada pilpres putaran kedua. Misalkan pilpres 2024 diikuti 3 (tiga) atau 4 (empat) paslon dan tidak ada yang mencapai hasil lima puluh persen, maka paslon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua ikut kembali dipilih pada putaran kedua, dan misalkan saja paslon yang diusung PDI-Perjuangan lolos pada puturan kedua, maka pada putaran kedua ini lah PDI-Perjuangan sulit membentuk koalisi dan akan dijadikan musuh bersama, pada titik ini PDI-Perjuangan mungkin saja dikeroyok semua parpol secara habis – habisan, karena dianggap “arogan” karena tidak mau berkoalisi dengan parpol lain pada putaran pertama, dan akhirnya mungkin saja kalah.
Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya, pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusung PDI-Perjuangan sebaiknya mempertimbangkan dari berbagai unsur baik kewilayahan, partai politik dan atau non partai dll, kemudian pasangan calon paling kuat yang menjadi lawan tanding siapa saja.
Anis – AHY, hati-hati dengan Paslon ini?
Meskipun pilpres 2024 masih 1 (satu) kalender lagi, tetapi saat ini sudah mulai terlihat pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang dibicarakan publik, hal ini dianggap wajar, karena secara normative tahap awal kontestasi politik yang pertama dipikirkan adalah perahunya apa (baca parpol pengusung) dan figurnya siapa? Karena sebesar apa pun tingkat elektabilitas figur tetapi tidak memiliki perahu, itu sia-sia dan tidak ada artinya.
Agar lebih muda kita dapat membagi parpol dalam beberapa katagori yaitu ; Pertama, parpol Islam antara lain PKS, PPP dan PAN. Kedua, parpol nasionalis – religius yaitu Demokrat, Nasdem dan PKB dan Ketiga, parpol nasionalis yaitu PDI-Perjuangan, Golkar dan Gerindra.
Fakta peta politik hari ini, pada tingkat nasional yang terjadi PDI-Perjuangan sulit berkoalisi dengan Demokrat dan PKS, PKB sulit berkoalisi dengan PKS dan Nasdem juga sulit berkoalisi dengan PDI-Perjuangan.
Selanjutnya, parpol yang berkeinginan mengusung sendiri Ketua Umum nya atau mengusung kader pada pilpres 2024 antara lain ; PDI-Perjuangan, Demokrat, Gerindara, Golkar dan PKB, selebihnya flaksibel saja.
Kemudian figur calon Presiden dan Wakil Presiden dengan gerbong koalisi parpol pengusung yang sudah menjadi konsumsi publik antara lain ; Puan – Ganjar atau Puan Anis diusung PDI-Perjuangan, Airlangga – Erick Tohir atau Erick Tohir – Ganjar diusung Golkar, PAN dan PPP, Prabowo – Muhaimin diusung Gerindra dan PKB dan terakhir Anis – AHY diusung Nasdem, Demokrat dan PKS.
Dari survei berbagai lembaga yang telah dirilis hasilnya mengokohkan pasangan calon ANIS – AHY menempati urutan pertama mengalahkan pasangan calon lainnya, diprediksi kantong suara ANIS – AHY sapu bersih di wilayah Sumatera dan DKI Jakarta, kemudian menang tipis di Jawa Timur dan Jawa Barat, Kalimantan, NTB, Maluku dan Sulawesi, tetapi kalah di Jateng, Bali, NTT, dan Papua.
Dengan demikian, menurut hemat saya hati-hati dengan pasangan calon ANIS – AHY!
Terakhir, sebagai kesimpulan bacaan saya mengenai peta politik pilpres 2024, yaitu : Pertama, pilpers 2024 diikuti lebih dari 2 (dua) pasangan calon, antara 3 (tiga) atau 4 (empat) pasangan. Kedua, pilpres 2024 dilaksanakan lebih dari 1 (satu) putaran. Ketiga, pilpres 2024 tidak ada incumbent. Keempat, hanya PDI-Perjuangan satu-satunya parpol yang dapat mengusung paslon sendiri. Keelima, simulasi paslon lebih dari 2 (dua) pasangan calon, ANIS – AHY selalu unggul dari pasangan calon lain. Keenam, tidak ada paslon yang dapat memperoleh suara di atas lima puluh persen suara. Dan terakhir yang Ketujuh, jika PDI-Perjuangan bertarung tunggal pada pilpres 2024, sangat mungkin akan dijadikan musuh bersama dan keroyok habis-habisan pada putaran kedua.**