Jakarta, siap.news
Praktisi Migas, Inas N Zubir bereaksi atas pernyataan Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang meminta agar fasilitas kartu kredit bagi Direksi Pertamina dicabut demi efisiensi perusahaan. Menurut Inas, ada hal lain yang lebih penting untuk diurus Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut, yakni inefisiensi pada lapangan migas.
“Polemik di media sosial tentang limit credit card Komisaris Utama yang diakui oleh Ahok sebesar Rp.30 miliar yang dikaitkan dengan efisensi, seharusnya tidak akan terjadi jika Ahok paham betul tentang makna efisiensi,” ujar Inas kepada wartawan di Jakarta, Kamis (17/6/2021).
Menurutnya, jika Ahok mau mencermati, ternyata ada inefisiensi yang benar-benar harus menjadi perhatian Dewan Komisaris Pertamina, yakni akuisisi-akuisisi lapangan migas Pertamina di luar negri, di mana salah satu-nya adalah Maurel & Prom (M&P), di mana lapangan migas-nya yang baru berproduksi hanya di Gabon, Tanzzania dan Perancis dengan volume yang tidak besar.
“Pertamina mengakuisi saham M&P sebesar 72.65 persen senilai USD1.1 miliar atau kurang lebih Rp15 triliun dari tahun 2016-2017, tapi pada tahun 2019 nilai saham-nya merosot menjadi Rp5.9 triliun,” ungkap Inas.
Kemudian pada tahun 2020, penjualan hanya USD330 juta, turun tajam (35 persen) terutama sebagai akibat dari penurunan 40 persen tahun-ke-tahun akibat pengurangan produksi di Gabon karena kuota OPEC, sedangkan rugi bersih untuk tahun 2020 sebesar USD 592 juta. “Ini yang harusnya jadi fokus Ahok,” tandanya.
Sebelumnya, Staf Khusus (Stafsus) Menteri BUMN, Arya Sinulingga, membantah pernyataan Ahok yang menyebut soal limit kartu kredit direksi Pertamina mencapai Rp30 miliar.
“Saya juga suda cek ke Pertamina. Menurut mereka, tidak ada limit kartu kredit mencapai Rp 30 miliar, baik untuk direksi dan komisaris,” kata Arya.
“Kami mendukung semua efisiensi yang dilakukan oleh setiap BUMN, apalagi kalau efisiensi tersebut berhubungan dengan capex dan opex, yang memang mempengaruhi keuangan BUMN,” sambungnya. Red